Pages

Selasa, 21 Januari 2014

Perjalanan Hati: Perjalanan Menemukan Keyakinan dengan Menapak Masa Lalu



Masa lalu merupakan bagian dari hidup setiap orang. Ada yang hitam, ada yang putih, ada pula yang abu-abu. Ia ada bukan untuk dikubur atau dilupakan, apalagi dirutuk dan disesali. Tapi justru bisa menjadi bahan renungan bagi kita, agar tak mengulangi kesalahan yang ada, atau mensyukuri yang sekarang ada serta menjaganya agar tak berlalu begitu saja. Ada yang bilang masa lalu itu seperti kaca spion mobil bagian dalam, atau spion bagian kiri pada motor. Ia tetap butuh dilihat demi keselamatan, tapi juga tak boleh terlalu lama terpaku padanya karna justru akan membahayakan diri.


Judul: Perjalanan Hati
Penulis: Riawani Elyta
Penerbit: RakBuku
Tebal Buku :  194 halaman
ISBN :  602-175-596-0

Mungkin analogi itu cocok untuk menggambarkan apa yang mengguncang kedamaian rumah tangga Maira dan Yudha dalam novel Perjalanan Hati karya Riawani Elyta ini. Maira yang terguncang hatinya karna baru saja melihat tabir masa lalu suaminya dibuka oleh Donna, yang juga teman mereka semasa kuliah. Maira pun memutuskan untuk menekuri kembali hatinya sendiri melalui sebuah perjalanan backpacker menuju Anak gunung Krakatau, dimana ia tahu bahwa Andri – laki-laki yang menjadi bagian penting dari potongan masa lalunya pun turut serta dalam perjalanan tersebut.

Maira dalam perjalanannya, dan Yudha dalam kesepiannya tanpa Maira, mencoba merenungi segala sesuatunya, juga merenngi tiap tapak perjalanan hati mereka. Mencoba memahami perasaan mereka sendiri, memastikan sekali lagi apakah masih ada sisa-sisa perasaan pada orang-orang di masa lalu yang tertinggal. Dan akhirnya mereka menyadari, bahwa pulang adalah ke hati pasangan sah mereka adalah jawaban.

Novel ini sangat manis dan mengena menurut saya. Cara penulis menggambarkan perasaan tokoh melalui dialog-dialog serta kalimat deskripsi terhitung amat berhasil membawa pembaca turut terbawa emosinya. Saya seperti bisa turut merasakan kegalauan Maira serta perih hatinya saat mengetahui masa lalu Yudha yang baru sekarang diketahuinya. Begitu juga kesepian Yudha serta rasa berdosanya, pun dengan perasaan Donna dan Andri. Saya juga sempat dibuat geram oleh sikap Yudha yang terlalu pasrah membiarkan istrinya pergi, padahal ia tahu ada lelaki masa lalu yang juga ikut dalam perjalanan tersebut. Huh, suami macam apa itu?!

Tapi saya tidak cukup berhasil membangun gambaran tentang sosok dan karakter mereka. Penggambaran fisik tokoh cukup minim, terutama Maira. Sosok Maira yang terbentuk dalam benak saya adalah sosok yang terlalu lembut dan kalem untuk ukuran mantan ‘anak gunung’ seperti yang selama ini sering saya jumpai. Suasana perjalanan ala backpacker dan penggambaran ke-eksotisan Gunung Anak Krakatau juga kurang bisa saya rasakan. Tapi mungkin karna saya terlalu fokus ‘merasai’ perasaan Maira sebagai wanita.

Novel ini mungkin bisa dijadikan pelajaran bagi yang sudah menikah atau akan menikah, bahwa keterbukaan pada pasangan itu sangat penting. Satu lagi yang tidak kalah penting yang juga harus diingat adalah saat konflik tengah mewarnai rumah tangga, menoleh ke masa lalu dan berpikir masa lalu tersebut bisa memberi pencerahan sepertinya merupakan tindakan yang kurang bijak bahkan justru bisa memperkeruh suasana.

Intinya, novel ini sangat patut jadi pilihan sebagai teman menghabiskan waktu luang ditengah hari-hari yang tengah diakrabi hujan seperti sekarang ini.

3 komentar:

  1. Terima kasih rosa untuk reviewnya, tetaplah beri aku saran masukan untuk semua novel2ku, aku sangat menghargainya sbg bhn evaluasi :-)

    BalasHapus
  2. Sama-sama Mbak Lyta :)
    Selalu suka dan penasaran sama novel-novelnya Mbak Lyta :)

    BalasHapus
  3. Resensinya apik mbak. Fair. Walau mengkritik, tetap manis :)

    BalasHapus