Pages

Selasa, 23 September 2014

Sabtu Bersama Bapak: Pelajaran Tentang Parenting dan Keluarga Dalam Sebuah Novel

 Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: Gagas Media
Tahun Terbit: 2014
No. ISBN: (13) 978-979-780-721-4

Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan…, tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.

Kata-kata tersebut tertulis di cover belakang novel Sabtu Bersama Bapak karya Mas Adhitya Mulya. Ini karya beliau yang pertama say abaca, dan wow… saya langsung dibuat terpesona. Kata-kata di atas sebenarnya sudah sangat menggambarkan tentang keseluruhan isi novel ini.

Novel ini bercerita tentang keluarga Garnida, yang terdiri dari Pak Gunawan Garnida dan Ibu Itje – istrinya, dan kedua putra mereka – Satya Garnida dan Cakra Granida. Satya dan Cakra masih berumur delapan dan lima tahun saat harus menerima dengan lapang dada garis takdir mereka yang akan tumbuh tanpa sosok bapak di samping mereka. Tapi mereka beruntung karna memiliki bapak luar biasa seperti Pak Gunawan. Pak Gunawan yang telah lama menerima sinyal batas umurnya sendiri, telah menyiapkan semuanya dengan baik. Yang dengan itu ia akan tetap bisa menemani setiap langkah putranya dalam memahami hidup, meski jiwanya telah hidup di alam berbeda. Sebuah video.


Hari terus bergulir, Satya dan Cakra telah tumbuh dewasa. Satya telah memiliki keluarga dengan tiga putra dan tinggal di Denmark. Sedangkan Satya sudah memiliki posisi yang cukup mumpuni untuk usianya di sebuah lembaga perbankan. Tapi sayangnya Cakra masih tunacinta.

Karna kesibukannya bekerja di perusahaan minyak, Satya sudah jarang sekali menonton video bapaknya. Tapi email Rissaa – istrinya, yang melarangnya pulang sebelum ia ‘berubah’ menjadi Satya yang lebih baik membuatnya merasa harus kembali belajar pada bapaknya melalui video-video itu.

Sedang Cakra? Aahh. Perjalanan cintanya cukup tragis. Cinta pada pandangan pertamanya pada salah satu karyawati baru bernama Ayu cukup berliku, hingga akhirnya membuat Bu Itje harus turun tangan membantu. Yang saya suka, perjalanan cinta Cakra tetap terasa berliku, tanpa didramatisir bak sinetron Indonesia. Hehehe. Sisi humoris novel ini hampir semuanya terletak pada bagian cerita tentang pencarian cinta Cakra.



Secara keseluruhan, hal paling menonjol dan menarik dari novel ini adalah, terkemasnya materi ‘berat’ tentang parenting dan keluarga menjadi sebuah bacaan renyah dan sama sekali tidak membosankan. Ada pesan di hampir seluruh kalimatnya, tapi tidak membuat pembaca merasa digurui. Ahh, rasanya saya tidak bisa mendeskripsikan kelebihan buku ini dengan baik. Jadi, lebih baik, silahkan membacanya sendiri :)

Karna saya gak bisa menceritakan dg baik, jadi saya selipin foto2 bagian yang saya suka. nggak cuma ini sih sebenernya. Ini cuma beberapa diantaranya :)

Pelajaran mendalam yang saya ambil ketika membaca novel ini adalah, betapa sepertinya banyak lelaki yang memutuskan menikah tanpa kesadaran penuh bahwa setelahnya, ia bertanggungjawab atas dunia dan akhirat istri dan anak-anaknya kelak. Dan mereka harusnya belajar dari Pak Gunawan. Pernikahan sama sekali nggak cukup jika hanya berbekal cinta. Betapa banyak pula seorang wanita yang mengiyakan ajakan menikah dari seorang lelaki, tanpa kesiapan utuh bahwa setelahnya ia wajib mempersembahkan sebaik-baik bakti untuk suaminya, serta sesempurna-sempurna kasih untuk anak-anaknya. Seorang ibu harusnya nggak pernah terpikir balasan apa yang akan anaknya berikan, melainkan terus-menerus berpikir bagaimana cara mencurahkan kasih. Dan mereka (termasuk saya), harusnya belajar dari sosok Ibu Itje.

Yang jelas, saya merekomendasikan novel ini untuk semua laki-laki. Yang tengah mencari cinta, yang baru hendak menikah, yang sebentar lagi menjadi ayah, atau yang sudah menjadi suami dan ayah tapi merasa belum menjadi suami dan ayah yang cukup baik untuk istri dan anaknya. Saya merekomendasikan novel ini untuk para wanita yang ingin belajar menjadi perhiasan terindah di dunia dan akhirat – bagi suami dan anak-anaknya kelak :)

4 komentar:

  1. hehe, suami yang baik tidak mengajak istrinya untuk melarat. bener banget, cha. tantangan besar ya buat para suami :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp... benar sekali mbak. Jadi kalo ada laki2 yg bilang, "cari istri yg siap diajak melarat", sepertinya dia bukan kandidat suami yg baik :D

      Hapus
  2. setelah baca buku ini pengin deh dapat jodoh kayak Satya :p

    BalasHapus