Pages

Kamis, 30 Oktober 2014

ATHIRAH: Novel Yang Tak Selesai Saya Baca

sesaat sebelum dikirim balik ke empunya :D
Penulis: Alberthiene Endah Penggagas: M. Deden Ridwan Penyelaras Aksara: Nunung Wiyati, A.B Khoir, Lani Rachma ISBN: 978602781667
Penerbit: Noura Books

Ini bukan review novel Athirah, hanya cerita ngalor-ngidul nggak jelas. hehe
*yaiyalah, baca aja nggak selesai masa' mau ngreview :D*

Novel ini saya pinjam dari Mbak Prima, bareng 3 buku lainnya. Baru beberapa lembar baca, dada saya sesak sekali. Saya sempat beberapa kali berhenti, lalu menangis. Sebabnya? Entahlah. Campur aduk. Rasa empati saya yang terlalu besar pada perasaan Bu Athirah sebagai sesama perempuan mungkin. Atau rasa empati yang terlalu besar pada Pak JK dan saudara-saudaranya yang saat itu masih amat kecil untuk menghadapi kisruh cobaan rumah tangga orangtuanya? Atau karna diksi Alberthine Endah yang terlalu dalam/ Entahlah, saya nggak tau persis.

Yang jelas saya nggak habis pikir. Nggak habis pikir sama laki-laki seperti H. Kalla (Ayahanda Pak Jusuf Kalla) ini. Yup, saya pernah lihat langsung kok contohnya selain cuma dari novel ini.

Berjuang bersama, saling mencintai, terlihat selalu akur dan damai, istrinya cantik, nggak kurang suatu apa, anak-anak yang baik, lalu tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan nikah lagi?! Huh! Kecualiiiii kalo sebelumnya memang udah sering berantem dan nggak cocok sama istrinya, dll yang jadi pemicu. Lah ini? Kondisi yang digambarkan oleh Pak JK (lewat Alberthine Endah) terlalu ideal untuk melogika apa gerangan yang menjadi pemicu ayahandanya memutuskan menikah lagi.

Atau memang seperti itu (beberapa) laki-laki??  Entahlah.

Dari novel ini, meskipun -- sekali lagi -- belum selesai saya baca, saya jadi tahu dari Bapak Wakil Presiden kita ini beberapa hal yang sebelumnya saya nggak tahu. Saya baru tahu Pak JK bahkan sudah haji sejak masih kanak-kanak. Dan yang bikin takjub, beliau merasakan perjalanan menuju Tanah Suci menggunakan kapal yang memakan waktu puluhan hari. Saya juga brau tahu salah satu adiknya meninggal di Tanah Suci saat itu.

Dan yang paling penting, saya baru tahu (nggak bener-bener baru sih, saya udah pernah denger cerita sekilas sebelumnya tentang ini) kalau Pak JK tuh ternyata keturunan orang yang amat terpandang dan kaya raya dari sononya. Emm, terkait ini saya sempet komentar ke salah satu temen saat kami sedang chatt melalui whatsapp.

"Ya nggak heran, yah, kalo Pak JK kaya... orang udah kaya dari sononya, nggak bener-bener berjuang dari 0. Kalo Pak Kallanya, nah baru salut. kan beliau berjuang dari 0"

Tapi teman saya menyanggah. Dia bilang, intinya, berapa banyak anak orang kaya yang justru terlena sama berbagai kenyamanan yang ada?! Kekayaan itu melenakan, begitu kata temen saya.

Intinya, Pak JK juga sosok yang patut dikagumi, karna  beliau nggak jadi terlena sama berbagai kenyamanan yang ada di hidupnya saat itu. Iya sih, saya sadar saya terlalu cepet komentar waktu itu. Setelah baca lagi, semakin ke belakang saya makin salut sama Pak JK. Di usia yang amat belia, saat anak seumurannya sibuk bermain, dia sudah sangat ulet belajar berdagang pada ayahnya. Ah, saya jadi ingat hal yang saya pelajari beberapa hari kemarin, yang saya ceritain di sini :)

Dan, ah iya... saya kagum sekali sama Ibu Athirah. Kagum pada kehebatan beliau meredam gejolak hatinya yang tersakiti di depan anak-anaknya, bahkan di depan suaminya sendiri. Kagum sama kehebatan beliau sebagai istri yang.... ah, lidah saya kelu. Dikhianati, tapi tetap melayani dengan sepenuh bakti... Subhanallah, Ibu Athirah mungkin wanita dengan hati seluas samudra. Kagum sama kehebatan beliau yang justru bisa menjadikan lukanya sebagai pijakan untuk melompat jauh lebih tinggi. Kalo Om Mario Teguh bilang, marahlah dengan anggun. Ya marahnya Ibu Athirah ini contoh marah dengan anggun itu.

Tapi sayangnyaaa, saya yang emang selalu ngantuk kalo baca biografi atau novel yang based on true story gini, 'menyerah' saat sampai pertengahan. Sama persis waktu saya baca novel Sepatu Dahlan. Nggak selesai juga. hihi. Habis gimana ya, novel-novel model gini kan cenderung datar. Konfliknya kurang mengaduk-aduk. *ketauan suka novel yang drama banget. haha*. Alhasil, saya booring dan berpaling pada yang lain #halah

Etapi, saya tercengang waktu si temen chatt saya tadi mengabari beberapa hari kemudian, kalo ternyata usaha Pak H. Kalla sempet bangrut dan harus mulai dari nol lagi. Wah, saya jadi penasaran dan sempet pengen lanjutin baca lagi, tapi.... eng, tapiii... godaan novel lain masih lebih kuat. Haha. Tadinya mau paksain buat baca lagi, tapi... eng, sudah diminta kirim balik sama yang punya kemarin. #Alasan!!! :D

Ada yang sudah baca sampai tuntas novel ini? Kalau ada, ada yang bersedia berbagi cerita menarik yang saya lewatin tentang novel ini? Kalau ada, waaahh saya pasti seneng banget :)

2 komentar:

  1. Wah perasaan kita sama mak...aku jg gemes n nyezek baca yg bagian itu.. n sepweti dirimu novel itu baru kubaca sparo hihihi...

    BalasHapus