Pages

Selasa, 28 April 2015

EVERGREEN: Selalu Ada Orang Yang Jauh Lebih Menderita Dari Kita



 Judul: Evergreen
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Grasindo

Rachel adalah seorang gadis yang tengah depresi karena baru saja dipecat dari pekerjaannya sebagai seorang editor di Sekai Publishing. Ia dipecat lantaran menelantarkan salah satu draft buku yang dikirim padanya, dan kemudian menolaknya dengan cara yang tidak baik. Bersamaan dengan itu, sahabat-sahabat baiknya menjauhinya. Mereka seolah tidak sudi lagi mendengarkan berbagai keluhan Rachel. Lengkap sudah alasan bagi Rachel untuk semakin merasa depresi. Ia bahkan sempat berniat untuk jisatsu (bunuh diri). Tapi niat itu sirna ketika pada suatu hari kakinya mengunjungi sebuah kafe es krim dengan banyak pelayan baik hati. kafe itu bernama Evergreen.

Sejak hari itu Rachel selalu ingin berkunjung ke Evergreen. Hingga pada suatu hari Yuya – sang pemilik kafe, menawari (memaksanya) agar Rachel bekerja di Evergreen saja. Yuya tahu dari Fumio – salah satu pelayan Evergreen –yang sempat mengantarkan Rachel pulang. di tengah perjalanan Rachel bercerita pada Fumio tentang masalahnya dan tentang niatnya untuk jisatsu. Meski tadinya Rachel menolak tawaran Yuya karena merasa malu jika harus menjadi pelayan dan tidak punya keahlian di dapur sedikitpun, pada akhirnya Rachel bersedia bergabung di Evergreen.

Seiring waktu, Rachel belajar banyak hal di Evergreen. Ia mulai menyadari sifat-sifat buruknya – terutama yang membuatnya dijauhi sahabat-sahabatnya sendiri. di Evergreen semua pelayannya memiliki ujian hidup yang tidak bisa dikatakan ringan. Tapi itu tak membuat mereka membenci hidup. Ujian berat itu tak menjadikan mereka merasa menjadi orang paling merana dan kemudian berhenti berbuat baik pada orang lain meskipun hanyak sekedar bersikap ramah dan tersenyum setulus hati. Yuya orangtuanya jisatsu. Fumio hari-harinya dipenuhi teka-teki tentang di mana ayahnya saat ini, dan memiliki adik yang mengidap penyakit serius. Gama ibunya telah tiada. Sedangkan Kari harus menahan perih karena laki-laki yang amat dicintainya justru sama sekali tak mengingatnya.

Pada suatu hari, saat Rachel hendak menyambut pengunjung kafe, ia dibuat terkejut karena ternyata mereka adalah para sahabatnya. Sebelum Rachel keluar, ia sempat mencuri dengar pembicaraan sahabat-sahabatnya yang ternyata tengah membicarakan dirinya. Pada moment itu mata Rachel seperti dibuka lebar-lebar. Ia seperti baru sadar, betapa egois dirinya selama ini.

“Kau hanya ingin menerima, Kau ingin diperhatikan, disayangi, dipedulikan. Tak pernahkah kau menanyakan pada dirimu sendiri berapa banyak Kau telah member? Berapa banyak yang telah Kau lakukan untuk sahabat-sahabatmu?” (halaman 79, ucapan Mei – sahabat Rachel – pada Rachel)

Di Evergreen juga ada seorang pelanggan tetap. Ia selalu duduk di tempat yang sama, dan selalu membaca buku yang sama setiap mengunjungi Evergreen. Ia bernama Taichiro. Saking seringnya Taichiro berkunjung, ia seperti sudah menjadi bagian dari Evergreen. Namun Rachel merasa agak ganjil. Tatapan Taichiro pada Rachel seperti penuh arti. Pada pada akhirnya, Rachel akhirnya tahu bahwa secara tidak sadar ia punya kesalahan teramat besar pada Taichiro di masa lalu, dan untuk pertama kalinya bertekad untuk berbuat baik sekaligus menebus kesalahan tersebut.

Melalui Evergreen kita akan belajar, bahwa saat kita menjadi orang paling menderita karena suatu hal, sesungguhnya kita tengah lupa bahwa di luar sana banyak sekali orang yang jauh lebih menderita dibanding kita. Di Evergreen kita akan belajar, bahwa saat kita berbuat baik untuk orang lain, maka kita akan memperoleh kebaikan yang jauh lebih baik. Di Evergreen kita akan belajar, bahwa hidup terlalu indah untuk disia-siakan begitu saja.

5 dari 5 bintang untuk karya teramat indah ini:)

6 komentar:

  1. Kalo aku ya, penasaran sama es nyaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, samaaa... sama kue2nya juga. ngiler...

      Hapus
  2. Saya masih belum merasakan kelezatan menikmati Evergreen. Entahlah... Apa mungkin karena settingnya Jepang jadi kurang bisa masuk. Mau baca ulang niatnya. Tapi melihat font-nya yang kecil dan agak sedikit tidak lazim jadi malas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku di awal2 juga kurang bisa menikmati karna bingung sama nama2nya mbak :|
      Tapi makin lama makin hanyut. Ah iya... fontnya nyiksa mata :(

      Hapus
  3. Perlu dicoba nih. Aku belum pernah baca satupun bukunya Prisca Primasari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nahh... kang opan kayaknya bakal suka deh. ayo kang dibaca :)

      Hapus